BAB
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Pepper
pratikum Perkembangan Hewan II ini merupakan pegangan dan petunjuk bagi kami
(mahasiswa) untuk dapat melaksanakan pratikum. Karena pepper ini berisi
materi-materi yang akan di pratikumkan dengan syarat setiap mahasiswa wajib
membuat pepper. Dengan adanya pepper ini membantu kami (para mahasiswa) untuk
belajar sebelum pratikum.
Materi
yang akan dipelajari pada pratikum ini adalah “Superovulasi Katak dan
Fertilisasi Buatan” pada hewan Vertebrata yaitu pada Amfhibia. Pada pratikum
ini kami mesti dapat mengamati variasi struktur dari katak, serta membina
kemampuan untuk menafsirkan apa saja yang tampak antara struktur khasnya.
1.2
Tujuan
-
Untuk
mengetahui prosedur kerja superovulasi dan inseminasi buatan.
1.3 Tinjauan
Pustaka
Superovulasi atau sering juga disebut
multipleovulasi adalah sebagai salah satu upaya meningkatkan efisien
reproduksi, terutama terhadap hewan yang secara alami tergolong beranak
tunggal. Istilah superovulasi lebih populer dari pada multipleovulasi. Pada
multipleovulasi cenderung mengacu hanya pada arti kwantitas atau jumlah yang
lebih banyak. Sedangkan superovulasi dapat meliputi kedua pengertian, yaitu
kwantitas dan kwalitas atau lebih baik dan lebih banyak. (Yatim, 1994)
Dengan pengertian bahwa dalam program superovulasi sekaligus
melakukan seleksi, memilih hanya terhadap hewan yang mempunyai nilai genetis
superior (dijadikan induk donor) yag dilipat gandakan jumlah sel telurnya
setiap kali peristiwa ovulasi. Kemudian dilakukan inseminasi buatan IB
(fertilisasi in vivo) sehingga diperoleh embrio dengan kwalitas unggu dan
jumlah lebih banyak, yang selanjutnya di cangkok (ditransfer embrio, TE) pada
induk-induk resipien. (Djuhanda, 198)
Sementara ini superovulasi baru diterapkan pada spesies sapi
dalam program breeding untuk menunjang pemberdayaan bioteknologi reproduksi
transfer embrio. Berbagai faktor banyak yang mempengaruhi keberhasilan
perolehan embrio, antara lain adalah respon individu dari sapi donor tersebut
terhadap perlakuan hormonal. Respon individu sapi donor anyak dipengaruhi
kecermatan memilih waktu yang tepat, saat terjadinya gelombang folikuler yang
terjadi pada setiap siklus birahi. (Djarubito, 1990)
Pada teori masa lalu gelombang folikuler diperkirakan terjadi
pada pertengahan siklus birahi yang sekaligus pertengahan fase luteal, yaitu
berkisar antara hari ke 9 sampai ke 12 mengacu pada lamanya siklus birahi sapi
yang rata-rata 21 hari (18-24 hari). Hari-hari antara 9-12 itulah yang
sementara ini diyakini sebagai hari-hari baik untuk melaksanakan program
superovulasi, yang hasilnya ternyata juga tidak pasti atau bersifat
untung-untungn. Pada penelitian terbaru ternyata gelombang folikuer tidak
selalu terjadi pada pertengahan siklus birahi dan pertengahan fase luteal
sebagaimana keyakinan selama ini. Lebih dari itu gelombang folikuler juga tidak
hanya terjadi satu kali saja. Tergantung fertilitas masing-masing individu,
pada sapi terdapat tiga pada gelombang folikuler, yaitu masing-masing satu, dua
atau tiga gelombang folikuler. (Machmudin, 2008)
Pada katak fase gelombang folikulernya diperkirakan terjadi
rata-rata 1-3 hari. Pada puncak gelombang folikuler inilah saat yang paling
penting atau paling ideal untuk melakukan program superovulasi. Terjadinya
gelombang folikuler dapat dipantau dengan bantuan peralatan melalui
ultrasonografi (USG). Dalam perhitungan perolehan embrio hasil superovulasi
dikenal dengan istilah “Non Predictible” yang mengacu pada resposibilitas dan
fertilitas masing-masing karakteristik sapi donor. Begitu juga pada katak.
Namun demikian program superovulasi tidak bersifat untung-untungan, sepanjang
semua standar prosedur operasional yang baku di patuhi dan dipenuhi sebagaimana
mestinya. Semakin terpenuhi persyaratan yang ditentukan dalam SOP semakin baik
hasil perolehan embrio yang didapat, baik kwalitas maupun kwantitas. (Shearer,
2008)
Meskipun terdapat keterbatasan kemampuan manusia berupa non
predictible, hasil perolehan produksi embrio melalui superovuasi dapat
diperkirakan dengan berdasarkan logika perhitungan. Antara lain mengacu pada
perhitungan dasar rekayasa proses produksi embrio tanpa perlakuan hormonal.
Pada setiap kali birahi ( hari ke-0) sapi donor dilakukan inseminasi buatan
(IB) secara legeartis, kemudian pada hari ke-7 dilakukan pengambilan embrio
(Flushing Tunggal). Sedangkan pada katan inseminasi buatan berlaku pada hari
ke-2 kemudian pada hari ke-9 dilakukan pengambilan embrio. (Yatim, 1994)
Bila pada setiap siklus birahi diperoleh satu butir embrio,
maka salama satu tahun akan diperoleh sejumlah sekitar 17-18 embrio. Rekayasa
proses dengan melibatkan satu jenis hormon, yaitu PGF-2α faktor luteolitik
untuk induksi birahi, dan induksi ovulasi secara memendekkan siklus birahi.
Pada hari ke-7 setelah flushing tunggal, sapi donor tersebut disuntik PGf-2α.
Maka 2-4 (rata-rata 3) hari kemudian akan terjadi birahi dan ovuasi. Maka
siklus birahi pada sapi donor tersebut diperpendek dari rata-rata 21 hari
menjadi rata-rata 10 hari. Pada setiap birahi diperlakukan IB dab Flushing
Tunggal pada hari ke-7. Bila setiap siklus birahi diperoleh satu butir embrio,
maka selama satu tahun akan diperoleh sejumlah sekitar 36 embrio (satu tahu 365
hari dibagi satu siklus 10 hari). Dapat disimpulkan bahwa dengan perlakuan
rekayasa flushing tunggal melibatkan satu macam hormon (PGF-2α) diperoleh embrio
sekitar 2kali lipat dibandingkan tanpa perlakuan hormon. (Djuhanda, 1981)
Fertilitas buatan adalah peletakan sperma folikel ovarium,
uterus, servix, tube falopian wanita atau betina dengan menggunakan cara buatan
dan bukan dengan kopulasi alami. (Yatim, 1994)
BAB
II
PELAKSANAAN
PRATIKUM
2.1 Waktu &
Tempat
Pelaksanaan pratikum ini dilakukan di
labor Perkembangan Hewan 14:00 siang pada tanggal 4 November
2010.
2.2 Alat &
Bahan
Perangkat bedah, gunting bedah, pinset
bedah, tissue gulung, jarum suntik, petridis, sarung tangan, katak betina,
jarum bedah, jarum pencacah.
2.3 Cara Kerja
1. Seleksi betina resipient yang dewasa yang ovumnya sudah memasuki tahap akhir pematangan
1. Seleksi betina resipient yang dewasa yang ovumnya sudah memasuki tahap akhir pematangan
2. Ambil katak betina dewasa (7cm)
3. Isolasi Hifofisis
4. Dekapitasi (dilakukan dibelakang nimfany)
5. Buang rahang bawah
6. Hifofisa diletakkan dipetridis yang sudah berisi 1/2 ml cairan fisiologis
7. Lalu dicacah dengan jarum pencacah
8. Setelah keluar ekstrak, lalu dienjeksi ke tubuh resipient
9. Katak diletakkan didalam bak yang berair dan dibiarkan selama 2 hari
BAB
III
HASIL
DAN PEMBAHASAN
3.1
Hasil
Katak yang telah diinjeksi tidak
mengalami proses superovulasi.
3.2
Pembahasan
Pada pratikum
hari ini yang kami amati yaitu tentang superovulasi katak dan fertelisasi
buatan. Hasil yang kami dapat yaitu katak yag telah diinjeksi tidak mengalami
superovulasi karena didalam air tempat katak berada selama 2 hari tidak
terdapat telur-telur katak.
Superovulasi itu adalah proses
pengeluaran telur dalam kondisi yang lebih cepat dari keadaan awal. Biasanya
dibantu dengan hipofisa betina lain. Dengan bantuan hipofisa lain maka akan
mempengaruhi kerja gonad supaya mengalami perkembangan ovarium. Karena hipofisa
itu menambah kandungan hormon FSH dan LH.
BAB
IV
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari
hasil percobaan hari ini kesimpulan yang dapat saya ambil yaitu:
-
Superovulasi dapat mempercepat pengeluaran telur
- Hipofisa dapat membantu proses superovulasi
- Recipient yang akan diinduksi harus
pada pematangan gonad tahap akhir
4.2
Saran
Laporan pratikum ini
saya akui masih banyak kekurangan. Demi sempurnanya laporan ini untuk itu saya
minta saran dan pesan dari para pembaca sehingga dengan adanya kritik dan saran
dari pembaca dapat membuat laporan ini sesempurna mungkin karena laporan ini
sarat dengan ilmu-ilmu pengetahuan yang akan berguna untuk kita semua. Amin.
DAFTAR
PUSTAKA
Djarubito,
Brotowidjoyo. 1990. Zoologi Dasar.
Erlangga LP4 : Jakarta
Djuhanda,
Tatang. 1981. Embriologi Perbandingan.
Armico : Bandung
Machmudin, Dadang dan
tim. 2008. Embriologi Hewan. Bandung
: Biologi FMIPA UPI
Sheare, J.K. 2008. Anatomi dan Psikologi Reproduksi.
Florida : Universitas Florida
Yatim,
Wildan. 1976. Embriologi. Tarsito :
Bandung
Tidak ada komentar:
Posting Komentar