Minggu, 12 Mei 2013

SUPEROVULASI KATAK DAN FERTILISASI BUATAN



BAB I
PENDAHULUAN

 1.1 Latar Belakang
Pepper pratikum Perkembangan Hewan II ini merupakan pegangan dan petunjuk bagi kami (mahasiswa) untuk dapat melaksanakan pratikum. Karena pepper ini berisi materi-materi yang akan di pratikumkan dengan syarat setiap mahasiswa wajib membuat pepper. Dengan adanya pepper ini membantu kami (para mahasiswa) untuk belajar sebelum pratikum.

Materi yang akan dipelajari pada pratikum ini adalah “Superovulasi Katak dan Fertilisasi Buatan” pada hewan Vertebrata yaitu pada Amfhibia. Pada pratikum ini kami mesti dapat mengamati variasi struktur dari katak, serta membina kemampuan untuk menafsirkan apa saja yang tampak antara struktur khasnya.

1.2 Tujuan
- Untuk mengetahui prosedur kerja superovulasi dan inseminasi buatan.

1.3 Tinjauan Pustaka
      Superovulasi atau sering juga disebut multipleovulasi adalah sebagai salah satu upaya meningkatkan efisien reproduksi, terutama terhadap hewan yang secara alami tergolong beranak tunggal. Istilah superovulasi lebih populer dari pada multipleovulasi. Pada multipleovulasi cenderung mengacu hanya pada arti kwantitas atau jumlah yang lebih banyak. Sedangkan superovulasi dapat meliputi kedua pengertian, yaitu kwantitas dan kwalitas atau lebih baik dan lebih banyak. (Yatim, 1994)
       Dengan pengertian bahwa dalam program superovulasi sekaligus melakukan seleksi, memilih hanya terhadap hewan yang mempunyai nilai genetis superior (dijadikan induk donor) yag dilipat gandakan jumlah sel telurnya setiap kali peristiwa ovulasi. Kemudian dilakukan inseminasi buatan IB (fertilisasi in vivo) sehingga diperoleh embrio dengan kwalitas unggu dan jumlah lebih banyak, yang selanjutnya di cangkok (ditransfer embrio, TE) pada induk-induk resipien. (Djuhanda, 198)
       Sementara ini superovulasi baru diterapkan pada spesies sapi dalam program breeding untuk menunjang pemberdayaan bioteknologi reproduksi transfer embrio. Berbagai faktor banyak yang mempengaruhi keberhasilan perolehan embrio, antara lain adalah respon individu dari sapi donor tersebut terhadap perlakuan hormonal. Respon individu sapi donor anyak dipengaruhi kecermatan memilih waktu yang tepat, saat terjadinya gelombang folikuler yang terjadi pada setiap siklus birahi. (Djarubito, 1990)
       Pada teori masa lalu gelombang folikuler diperkirakan terjadi pada pertengahan siklus birahi yang sekaligus pertengahan fase luteal, yaitu berkisar antara hari ke 9 sampai ke 12 mengacu pada lamanya siklus birahi sapi yang rata-rata 21 hari (18-24 hari). Hari-hari antara 9-12 itulah yang sementara ini diyakini sebagai hari-hari baik untuk melaksanakan program superovulasi, yang hasilnya ternyata juga tidak pasti atau bersifat untung-untungn. Pada penelitian terbaru ternyata gelombang folikuer tidak selalu terjadi pada pertengahan siklus birahi dan pertengahan fase luteal sebagaimana keyakinan selama ini. Lebih dari itu gelombang folikuler juga tidak hanya terjadi satu kali saja. Tergantung fertilitas masing-masing individu, pada sapi terdapat tiga pada gelombang folikuler, yaitu masing-masing satu, dua atau tiga gelombang folikuler. (Machmudin, 2008)
       Pada katak fase gelombang folikulernya diperkirakan terjadi rata-rata 1-3 hari. Pada puncak gelombang folikuler inilah saat yang paling penting atau paling ideal untuk melakukan program superovulasi. Terjadinya gelombang folikuler dapat dipantau dengan bantuan peralatan melalui ultrasonografi (USG). Dalam perhitungan perolehan embrio hasil superovulasi dikenal dengan istilah “Non Predictible” yang mengacu pada resposibilitas dan fertilitas masing-masing karakteristik sapi donor. Begitu juga pada katak. Namun demikian program superovulasi tidak bersifat untung-untungan, sepanjang semua standar prosedur operasional yang baku di patuhi dan dipenuhi sebagaimana mestinya. Semakin terpenuhi persyaratan yang ditentukan dalam SOP semakin baik hasil perolehan embrio yang didapat, baik kwalitas maupun kwantitas. (Shearer, 2008)
       Meskipun terdapat keterbatasan kemampuan manusia berupa non predictible, hasil perolehan produksi embrio melalui superovuasi dapat diperkirakan dengan berdasarkan logika perhitungan. Antara lain mengacu pada perhitungan dasar rekayasa proses produksi embrio tanpa perlakuan hormonal. Pada setiap kali birahi ( hari ke-0) sapi donor dilakukan inseminasi buatan (IB) secara legeartis, kemudian pada hari ke-7 dilakukan pengambilan embrio (Flushing Tunggal). Sedangkan pada katan inseminasi buatan berlaku pada hari ke-2 kemudian pada hari ke-9 dilakukan pengambilan embrio. (Yatim, 1994)
       Bila pada setiap siklus birahi diperoleh satu butir embrio, maka salama satu tahun akan diperoleh sejumlah sekitar 17-18 embrio. Rekayasa proses dengan melibatkan satu jenis hormon, yaitu PGF-2α faktor luteolitik untuk induksi birahi, dan induksi ovulasi secara memendekkan siklus birahi. Pada hari ke-7 setelah flushing tunggal, sapi donor tersebut disuntik PGf-2α. Maka 2-4 (rata-rata 3) hari kemudian akan terjadi birahi dan ovuasi. Maka siklus birahi pada sapi donor tersebut diperpendek dari rata-rata 21 hari menjadi rata-rata 10 hari. Pada setiap birahi diperlakukan IB dab Flushing Tunggal pada hari ke-7. Bila setiap siklus birahi diperoleh satu butir embrio, maka selama satu tahun akan diperoleh sejumlah sekitar 36 embrio (satu tahu 365 hari dibagi satu siklus 10 hari). Dapat disimpulkan bahwa dengan perlakuan rekayasa flushing tunggal melibatkan satu macam hormon (PGF-2α) diperoleh embrio sekitar 2kali lipat dibandingkan tanpa perlakuan hormon. (Djuhanda, 1981)
       Fertilitas buatan adalah peletakan sperma folikel ovarium, uterus, servix, tube falopian wanita atau betina dengan menggunakan cara buatan dan bukan dengan kopulasi alami. (Yatim, 1994)

BAB II
PELAKSANAAN PRATIKUM

2.1 Waktu & Tempat
Pelaksanaan pratikum ini dilakukan di labor Perkembangan Hewan 14:00 siang pada tanggal 4 November 2010.
2.2 Alat & Bahan
Perangkat bedah, gunting bedah, pinset bedah, tissue gulung, jarum suntik, petridis, sarung tangan, katak betina, jarum bedah, jarum pencacah.
2.3 Cara Kerja
1. Seleksi betina resipient yang dewasa yang ovumnya sudah memasuki tahap akhir pematangan 
2. Ambil katak betina dewasa (7cm)
3. Isolasi Hifofisis
4. Dekapitasi (dilakukan dibelakang nimfany)
5. Buang rahang bawah
6. Hifofisa diletakkan dipetridis yang sudah berisi 1/2 ml cairan fisiologis
7. Lalu dicacah dengan jarum pencacah
8. Setelah keluar ekstrak, lalu dienjeksi ke tubuh resipient
9. Katak diletakkan didalam bak yang berair dan dibiarkan selama 2 hari



BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil
       Katak yang telah diinjeksi tidak mengalami proses superovulasi.
3.2 Pembahasan
Pada pratikum hari ini yang kami amati yaitu tentang superovulasi katak dan fertelisasi buatan. Hasil yang kami dapat yaitu katak yag telah diinjeksi tidak mengalami superovulasi karena didalam air tempat katak berada selama 2 hari tidak terdapat telur-telur katak.
       Superovulasi itu adalah proses pengeluaran telur dalam kondisi yang lebih cepat dari keadaan awal. Biasanya dibantu dengan hipofisa betina lain. Dengan bantuan hipofisa lain maka akan mempengaruhi kerja gonad supaya mengalami perkembangan ovarium. Karena hipofisa itu menambah kandungan hormon FSH dan LH.

BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Dari hasil percobaan hari ini kesimpulan yang dapat saya ambil yaitu:
- Superovulasi dapat mempercepat pengeluaran telur
- Hipofisa dapat membantu proses superovulasi
- Recipient yang akan diinduksi harus pada pematangan gonad tahap akhir
4.2 Saran
Laporan pratikum ini saya akui masih banyak kekurangan. Demi sempurnanya laporan ini untuk itu saya minta saran dan pesan dari para pembaca sehingga dengan adanya kritik dan saran dari pembaca dapat membuat laporan ini sesempurna mungkin karena laporan ini sarat dengan ilmu-ilmu pengetahuan yang akan berguna untuk kita semua. Amin.

DAFTAR PUSTAKA
Djarubito, Brotowidjoyo. 1990. Zoologi Dasar. Erlangga LP4 : Jakarta
Djuhanda, Tatang. 1981. Embriologi Perbandingan. Armico : Bandung
Machmudin, Dadang dan tim. 2008. Embriologi Hewan. Bandung : Biologi FMIPA UPI
Sheare, J.K. 2008. Anatomi dan Psikologi Reproduksi. Florida : Universitas Florida
Yatim, Wildan. 1976. Embriologi. Tarsito : Bandung


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar