Minggu, 12 Mei 2013

AIR SEBAGAI KOMPONEN TUMBUHAN



I. PENDAHULUAN

I.I Teori
Air merupakan bahan yang sangat penting bagi kehidupan. Banyak fungsi-fungsi dalam biologi sepenuhnya bergantung pada air dan sifat kehidupan secara langsung merupakan hasil dari sifat air. Peranan air bagi tumbuhan sangat penting. Lebih dari 89% berat basah tumbuhan terdiri dari air. Dibandingkan dengan faktor lingkungan lainnya, air  merupakan faktor  yang paling berpengaruh terhadap laju pertumbuhan. Air mampu melarutkan banyak bahan daripada zat cair lainnya. Jika air mengandung elektrolit terlarut maka larutan ini membawa muatan dan dapat dijadikan sebagai pengantar listrik yang baik. Sebaliknya jika air benar-benar murni, air akan menjadi pengantar listrik yang buruk (Campbell, dkk, 2002).
            Fungsi air yang paling penting yaitu dalam reaksi-reaksi biokimia dalam protoplasma yang dikontrol oleh enzim. Selain memberi fasilitas bagi berlangsungnya suatu reaksi biokimia, molekul air dapat berinteraksi secara langsung sebagai komponen reaktif dalam proses metabolisme di dalam sel. Struktur molekul protein dan asam nukleat serta aktivitas biologis protoplasma bergantung dekat dengan molekul air. Hampir semua molekul protoplasma mengandung aktifitas kimia khasnya pada lingkungan air tempat mereka berada (Salisbury dan Ross, 1995).
Air merupakan senyawa utama protoplasma yang berperan sebagai pelarut yang membawa nutrisi mineral dari tanah ke dalam tumbuhan. Air penting untuk turgiditas, pertumbuhan sel, mempertahankan bentuk daun, operasi stomata dan pergerakan struktur tumbuhan serta sebagai medium bagi reaksi-reaksi metabolisme dan pereaksi penting dalam fotosintesis dan proses-proses hidrolitik (Kimball, 1989).
Selain berperan dalam reaksi biokimia, air memiliki fungsi-fungsi lainya, yaitu : 1.Protoplasma: pada protoplasma terdapat molekul-molekul makro, meliputi protein-enzim, asam nukleat, dll, membentuk berasosiasi dengan air membentuk suatu struktur yang unik yang dikenal dengan koloida.
2.Sistem hidrolik, air dapat memberikan tekanan hidrolik pada sel sehingga menimbulkan turgor pada sel-sel tumbuhan, memberikan sokongan kekuatan pada jaringan-jaringan tumbuhan yang tidak memiliki sokongan struktur pada dinding selnya. Selain itu tekanan hidrolik juga berperan dalam proses membuka menutupnya stomata.
3.Sistem angkutan: air berperan dalam mengangkut bahan-bahan dari satu sel ke sel lainnya, dimana bahan yang diangkut dapat berupa garam-garam mineral atau bahan-bahan organic hasil fotosintesis dan olahan sel lainnya.
4.Stabilitas dan pemindahan panas: air berperan dalam pengaturan suhu tubuh tumbuhan, sehingga tumbuhan tidak mengalami kepanasan. Hal ini disebabkan karena tingginya  panas jenis yang dimiliki air, memungkinkan air sebagai dapar ( buffer ) dalam pengaturan suhu tubuh tumbuhan.
Pada tumbuhan herba yang hidup di air sekitar 85 – 95 % berat tumbuhan tersusun atas air. Dalam sel, air diperlukan sebagai pelarut unsur hara sehingga dapat digunakan untuk mengangkutnya; selain itu air diperlukan juga sebagai substrat atau reaktan untuk berbagai reaksi biokimia misalnya proses fotosintesis. Sehingga tanaman yang kekurangan air akan menjadi layu, dan apabila tidak diberikan air Secepatnya akan terjadi layu permanen yang dapat menyebabkan kematian (Kimball, 1989).
Didalam tanaman selalu terdapat molekul-molekul air yang selalu bergerak. Pergerakan ini dimulai dari suatu bagian ke bagian yang lain dan tidak menimbulkan efek pada keadaan setimbang, molekul bergerak kearah yang berbeda sehingga menimbulkan difusi, atau dengan kata lain difusi merupakan pergerakan molekul sejenis dari daerah konsentrasi timggi ke konsentrasi rendah (Darmawan, 1983).
Difusi suatu substansi melintasi membran biologis disebut transpor pasif, karena sel tidak harus mengeluarkan energi untuk membuat hal itu terjadi. Gradien konsentrasi itu sendiri merupakan energi potensial dan mengarahkan difusi. Akan tetapi, harus diingat bahwa membran itu permeabel selektif sehingga mempengaruhi laju difusi berbagai molekul. Suatu molekul yang berdifusi secara bebas melintasi sebagian besar membran ialah ialah air, suatu kenyataan yang memiliki akibat penting bagi sel (Darmawan, 1983).
Peranan air sebagai pelarut sangat penting bagi tumbuhan, unsur essensial diperlukan untuk pertumbuhan, senyawa dibutuhkan untuk transfer energi dan membentuk cadangan makanan. Semuanya memerlukan air sebagai medium translokasi maupun reaksinya. Bahan-bahan yang disebut larut dalam air dan dalam bentuk terlarut ini disebarkan ke seluruh tubuh (Suwimen, 2011).
Definit tekanan difusi adalah perbedaan difusi antara larutan dengan pelarut murni pada tekanan yang sama. Hal ini sangat erat hubungannya dengan tekanan osmosa dan tekanan turgor. Misalnya kentang yang berisi larutan gula dimasukkan ke dalam bejana yang berisi air murni (dalam hal ini kentangnya harus bersifat simepermeabel). Sebelum terjadi difusi dari air ke dalam kentang, gula dimasukkan ke dalam bejana, maka DTD di dalam kentang dan demikian pula dengan tekanan osmosanya. Sedangkan tekanan turgornya adalah serendah-rendahnya atau nol. Dengan masuknya air dalam kentang maka tekanan osmotiknya menurun, sehingga DTDnya menurun dan tekanan turgornya naik. Tekanan osmosis merupakan pernyataan dari nilai osmosis itu sendiri. Nilai osmosis menyatakan sesuatu yang masih statis, sedangkan tekanan osmosis merupakan pelaksanaan dari nilai osmosis  (Dwijoseputro, 1985).
            Ketika selaput semipermeabel memisahkan air murni dari larutan, hanya air yang bisa masuk lewat pori dan larutan akan keluar. Difusi ini terjadi karena perbedaan potensial kimia. Menciptakan penekanan yang menghasilkan adanya aliran massa di sepanjang pori selaput tersebut. (Wilkins, 1984).
Dalam membandingkan larutan yang konsentrasi zat terlarutnya berbeda, larutan dengan konsentrasi zat terlarut yang lebih tinggi disebut sebagai hipertonik. Larutan dengan konsentrasi zat terlarut yang lebih rendah disebut sebagai hipotonik (disini yang dimaksud adalah konsentrasi zat terlarutnya). Ini merupakan istila-istilah relatif yang hanya bermakna bila terdapat suatu perbandingan. (Campbell, dkk, 2002).
Osmosis dan imbibisi merupakan peristiwa unik dan masing-masing memainkan peranannya sendiri-sendiri dalam perkembangan tumbuhan. osmosis merupakan suatu bentuk difusi, yaitu pergerakan air melalui suatu membran permeabel diferensial. Arah osmosis ditentukan hanya ditentukan oleh perbedaan konsentrasi zat terlarut total. Air berpindah dari larutan hipotonik ke hipertonik sekalipun larutan hipotoniknya memiliki lebih banyak jenis zat terlarut. Air laut, yang memiliki zat terlarut yang sangat beragam, molekul airnya akan bergerak ke larutan gula tunggal yang sangat tinggi konsentrasinya, karena konsentrasi total zat terlarut air laut lebih rendah. Jika dua larutan bersifat isotonik, air berpindah melintasi membran yang memisahk larutan-larutan tersebut pada laju yang sama untuk kedua arah (kea rah kanan maupun kiri) dengan kata lain, tidak terdapat selisih osmosis di larutan-larutan isotonik. (Kimball, 1989).
            Pada osmosis terjadi aliran massa air bergerak lebih cepat melalui selaput membran semipermeabel daripada difusi biasa. Dalam osmosis terdapat tiga jenis tekanan yaitu :
1) Tekanan maksimal yang akibat proses osmosis dalam larutan yang terjadi pada keadaan ideal yang disebut tekanan osmosis,
2) Tekanan turgor pada tumbuhan yang terjadi akibat proses gerakan air yang masuk ke dalam secara osmosis dan potensial,
3) Tekanan osmosis yang merupakan pelaksanaan dari tekanan osmosis  yang menekan ke segala arah.
Masuknya molekul-molekul dari konsentrasi tinggi ke konsentrasi rendah, berkuranglah tekanan osmosis dan bertambah tekanan turgor sedikit demi sedikψit. Jika keadaan seimbang telah tercapai maka tekana osmosis sama dengan tekanan turgor dan selisih kedua tekanan tersebut merupakan DTD (Wilkins, 1984). 
Pada tumbuhan, zat cair mengalir melalui jaringan pembuluh sebagai aliran massa akibat selisih tekanan yang mampu menimbulkan difusi. Pada umumnya air dan bahan yang larut di dalamnya, masuk dan keluar sel, bukan sebagai aliran massa, melainkan satu persatu molekul setiap kali. Pergerakan neto dari satu tempat ke tempat lain, akibat aktivitas kinetik acak atau gerak termal dari molekul atau ion disebut difusi. Karena difusi zat cair yang menempuh jarak makroskopik itu berlangsung lambat, dan aliran massa gas dan zat cair sangatlah lazim, maka difusi bukanlah suatu kejadian yang mudah terlihat. Di tingkat sel, difusi bermacam bahan, termasuk air, terjadi terus-menerus dan dimana-mana. (Salisbury dan Ross, 1995).
Osmosis adalah difusi melalui membran yang lazimnya lebih membatasi pergerakan unsur terlarut daripada molekul pelarut. Membran sel memungkinkan terjadinya osmosis, sel hidup dapat dianggap sebagai sistem osmotik. Untuk mencoba memahami terjadinya osmosis melalui membran, ada tiga model hipotesa membran yang dikemukakan yaitu:
1) membran yang dapat melarutkan molekul yang melintas, lebih mudah untuk molekul pelarut daripada partikel inlarut,
2) membran yang berupa uap yang hanya bahan menguap yang melintasi pembatas uap tersebut,
3) membran berpori yang tipis dengan gradient potensial air yang sangat tajam pada antar permukaan kedua zat cair.
Pergerakan molekul menciptakan tegangan dalam air yang tertinggal dalam pori (Gardner, 1991 ).
Osmosis sangat ditentukan oleh potensial kimia air atau potensial air yang menggambarkan kemapuan molekul air untuk dapat melakukan difusi. Potensial air murni dinyatakan sebagai nol, yang satuannya dapat berupa satuan tekanan ( atm, bar ) atau satuan energi. Potensial air akan negatif apabila potensial air di dalam sistem lebih rendah daripada air murni. Sistem osmosis tetutup berbeda dengan sistem osmosis terbuka, terutama pada cara penggunaan tekanan yang timbul pada larutan sebagai akibat dari osmosis itu. Pada sistem terbuka tekanan digunakan dalam pembentukan tekanan hidrostatik larutan sedangkan pada sistem tertutup digunakan dalam pengembangan tekanan dinding ke dalam. Sistem osmosis tipe tertutup sangat sejajar dengan yang ada pada sel tumbuhan hidup (Kimball, 1989).
Pada tahun 1887, JN Van’t hoff menemukan hubungan empiris yang membantu perhitungan potensial osmotik dari konsentrasi molar larutan. Ia merajahkan potensial osmotik dari hasil pembacaan langsung pada osmometer sebagai fungsi dari konsentrasi molal, maka diperoleh hubungan yang bentuknya seperti hukum untuk gas sempurna. Dengan rumus sebagai berikut :
-ΨS = M.I.R.T
Dimana : ΨS = potensial osmotik
                             M = konsentrasi larutan dinyatakan dalam molalitas
                             i   = konstanta ion ( sukrosa 1 )
                             R = konstanta gas ( 0,00831 )
                             T  = suhu mutlak ( 303 K )
            Metode yang digunakan dalam mengukur potensial air adalah dengan jalan membuat tingkat yang sama dari larutan dengan konsentrasi dan potensial osmosis yang diketahui. Dalam metode ini bahan yang sering digunakan adalah sukrosa dan manitol ( Bidwell, 1979 ).
            Ada beberapa metode dalam pengukuran potensial air yaitu:
1) metode volume caranay berdasarkan perubahan dimensi linear dari suatu jaringan jika ditaruh di dalam berbagai larutan dengan potensial osmotik yang berbeda,
2) metode gravimetrik prinsipnya sama dengan metode volume hanya pada metode ini digunakan ukuran berat,
3) metode chardakov prinsipnya bergantung pada adanya perubahan kerapatan dari larutan penguji,
4) metode ruang tekan, metode ini digunakan untuk mengukur tegangan air tumbuhan dan potensial air cabang berdaun ( Salisbury dan Ross, 1992 ).

1.2 Tujuan Pratikum
Tujuan praktikum mengenai air sebagai komponen tumbuhan yaitu untuk melihat peristiwa plasmolisis dan deplasmolisis pada jaringan epidermis, menghitung tekanan osmosis cairan sel, dan mengetahui cara mengukur potensial air dengan metode Chardakov.
  

II. PELAKSANAAN PRATIKUM

2.1 Waktu dan Tempat
Praktikum air sebagai komponen tumbuhan ini dilaksanakan pada hari Rabu tanggal 9 Maret 2011 pukul 13.30 wib.

2.2 Alat dan Bahan
Untuk percobaan peristiwa plasmolisis dan deplasmolisis pada jaringan epidermis, digunakan alat-alat yaitu silet, objek glass, cover glass, mikroskop, dan pipet tetes. Sedangkan bahan yang digunakan adalah larutan sukrosa 2 M dan daun Rhoe discolor.
            Pada percobaan kedua yaitu tekanan osmosis cairan sel, alat yang digunakan adalah silet, 8 buah tabung reaksi, pinset, objek glass, cover glass, dan mikroskop. Bahan yang digunakan adalah larutan sukrosa dengan konsentrasi 0,24, 0,22, 0,20, 0,18, 0,16, 0,14, 0,12, 0,10 M, serta daun Rhoe discolor yang masih segar.
            Pada percobaan mengukur potensial air dengan metode Chardakov, alat yang digunakan adalah 6 buah pipet berkapasitas 10 mL, 6 buah tabung reaksi, alat pengebor gabus, 6 buah syringe, pipet tetes, silet, objek glass, cover glass, larutan sukrosa 0,1, 0,2, 0,3, 0,4, 0,5, dan 0,6 M, mikroskop, dan umbi Pachyrhizus erosus.

2.3 Cara Kerja
     2.3.1 Plasmolisis dan Deplasmolisis pada Jaringan Epidermis
     Daun Rhoe discolor diiris tipis dibagian permukaan bawah. Dengan menggunakan silet yang tajam, dibuat irisan membujur yang sangat tipis sejajar dengan epidermis berkuran 1-3 cm2. Irisan tersebut diletakkan di atas objek glass dan ditetesi air sebanyak 2-3 tetes. Kemudian ditutup dengan cover glass. Setelah itu amati di bawah mikroskop. Diamati sel-sel yang berwarna didekat tepi irisan yang berpigmen dan tidak berpigmen, adanya nucleus, dan partikel subsel lainnya. setelah itu ditambahkan 2-3 tetes larutan NaCl 1 M diantara gelas preparat dan kaca penutup melalui salah satu sisinya. Air yang berlebihan di serap kertas tissue di tepi kaca penutup yang berlawanan. Penambahan larutan tersebut terus dilakukan. Amati penurunan volume protoplas dan perhatikan benang-bengan sitoplasmik tidak berpigmen tetap melekat pada dinding sel. Kemudian digambarkan 2 sel yang terplasmolisis dan tidak terplasmolisis. Setelah selesai diamati, teteskan air ked ala kaca objek tadi, dan hisaplah larutan NaCl tadi dengan tissue, Amati peristiwa deplasmolisis, dan dicata waktu yang dibutuhkan untuk berlangsungnya proses tersebut.
2.3.2 Penentuan Tekanan Osmosis Cairan Sel
Disiapkan 8 buah tabung reaksi dan masing-masingnya diisi dengan larutan sukrosa atau glukosa kedalam tabung kira-kira sepertiga bagian, masing-masing dengan konsentrasi 0,10 M, 0,12 M, 0,14 M, 0,16 M, 0,18 M, 0,20 M, 0,22 M, 0,24 M. Diambil sayatan tipis epidermis daun Rhoe discolor. Periksa dibawah mikroskop apakah cukup representative. Rendam sayatan epidermis tadi didalam masing-masing tabung reaksi dengan konsentrasi yang berbeda. Hitung waktu mulai perendaman. Biarkan rendaman selama 30 menit. Setelah 30 menit, ambil keluarkan sayatan epidermis dalam rendaman tadi, dan amati lagoi di bawah mikroskop. Perhatikan sel-sel yang mengalami osmosis. Dicari konsentrasi sukrosa dimana 50 % dari jumlah sel epidermis tadi telah terplasmolisis. Keadaan demikian dinamakan Insipien Plasmolisis dimana sel memiliki potensial osmotik sama dengan potensial osmotik larutan yang digunakan. Dihitung potensial osmotik sel pada insipien plasmolisis.

2.3.3 Mengukur Potensial Air Jaringan Dengan Metode Chardakov
Diisi tabung reaksi dengan larutan sukrosa yang disediakan sebanyak 6 buah dengan masing-masing konsentrasinya 0,1 M, 0,2 M, 0,3 M, 0,4 M, 0,5 M, 0,6 M. dibuat potongan umbi talas dengan pengebor gabus sepanjang 2 cm sebanyak 6 buah. Masing-masing potongan gabus tadi dipotong lagi sebanyak 10 buah. Dan kesepuluh buah tersebut dimasukkan kedalam satu tabung reaksi dimulai dengan tabung reaksi yang berisi larutan sukrosa dengan konsentrasi rendah. Setelah kesemua tabung dimasukkan umbi, tutup botol tersebut dengan aluminium foil. Biarkan rendaman selama 80 menit, dan setiap 20 menit sekali di goyang-goyang. Setelah 80 menit, kelurkan umbi tadi dari masing-masing tabung. Dibiarkan airnya. Air inilah yang akan diberi tetesan larutan penguji yaitu metilen blue. Diamati pada konsentrasi berapa larutan penguji dalam keadaan terapung, melayang, dan tenggelam. Tentukan potensial osmotik sel pada suhu 200 C. Bandingkan nilai potensial air jaringan yang diperoleh dengan kelompok lain.  

2.4 Parameter Pengamtan
Pada pratikum air sebagai komponen tumbuhan yang menjadi parameternya adalah hasil dari setiap kelompok yang dibandingkan dengan kelompok lain dan buku penuntun.


III. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.1 Hasil
3.1.1 Plasmolisis dan Deplasmolisis pada Jaringan Epidermis
     Pada percobaan mengenai peristiwa plasmolisis dan deplasmolisis di dapatkan hasil bahwa pada saat sayatan epidermis ungu Rhoe discolor ditetesi sukrosa atau NaCl 1 M, terjadi plasmolisis terhadap sel dibuktikan dengan ciri-ciri membran sel mengkerut, sedangkan sel yang tidak berwarna tidak terjadi plasmolisis, membran selnya tetap utuh. Setelah ditetesi kembali dengan air beberapa tetes, keadaan sel yang mengkerut tadi kembali normal atau mengalami deplasmolisis.
     3.1.2 Penentuan Tekanan Osmosis Cairan Sel
Dari paraktikum yang dilakukan didapatkan hasil sebagai berikut :


Ψ = M x I x R x T

Dimana :
M         : Molaritas larutan
I           : Konsentrasi ionisasi (sukrosa = 1)
R         : Konsentrasi gas (0,0831 bar/mol Ko)
T          : Suhu (Co + 273 = K)

Maka perhitungan insipient plasmolisis pada daun Rhoe discolor, yaitu :

1. 0,10 M
-Ψs      =   M x I x R x T
            =  0,10 x 1 x 0,0831 bar/moloK x 300 oK
            =  2, 493 bar
Ψs        = -2,493 bar

2. 0,12 M

-Ψs      =  M x I x R x T
            =  0,1 2 x 1 x 0,0831 bar/moloK x 300 oK
            =  2, 99 bar
Ψs        = -2, 99 bar


3.0,14 M

-Ψs      =  M x I x R x T
            =  0,14 x 1 x 0,0831 bar/moloK x 300 oK
            = 3,490 bar
Ψs        = -3,490 bar

4.0,16 M

-Ψs      =  M x I x R x T
            =  0,16 x 1 x 0,0831 bar/moloK x 300 oK
            =  3, 988 bar
Ψs        = -3, 988 bar

5.0,18 M

-Ψs      =  M x I x R x T
            =  0,18 x 1 x 0,0831 bar/moloK x 300 oK
            = 4,487  bar
Ψs        = -4,487 bar

6.0,20 M
-Ψs      =  M x I x R x T
            =  0,20 x 1 x 0,0831 bar/moloK x 300 oK
            =  4, 986bar
Ψs        = -4, 986 bar
7.0,22 M

-Ψs      =  M x I x R x T
            =  0,22x 1 x 0,0831 bar/moloK x 300 oK
            =  5, 484 bar
Ψs        = -5, 484 bar

8.0,24 M

-Ψs      =  M x I x R x T
            =  0,24x 1 x 0,0831 bar/moloK x 300 oK
            =  5, 983 bar
Ψs        = -5, 983 bar


3.1.3 Mengukur Potensial Air Jaringan Dengan Metode Chardakov
Dari praktikum didapatkan hasil bahwa dari keenam tabung reaksi yang berisi larutan sukrosa dengan konsentrasi 0,1 M, 0,2 M, 0,3 M, 0,4 M, 0,5 M, 0,6 M. Pada tabung 1 yang konsentrasinya 0,1 m menyebabkan larutan penguji (metilen blue) melayang dengan lambat sedangkan 0,6 menyebabkan metilen blue melayang dengan cepat. Dan metilen blue pada tabung lainnya jatuh ke dasar bahkan ada yang memantul.


 Ψ = M x I x R x T

Dimana :
M         : Molaritas larutan
I           : Konsentrasi ionisasi (sukrosa = 1)
R         : Konsentrasi gas (0,0831 bar/mol Ko)
T          : Suhu (Co + 273 = K)


Perhitungannya :

0,1 M   =  -Ψs =  M x I x R x T
                        =  0,1 x 1 x 0,0831 bar/moloK x 300 oK
      Ψs  = 2,493 bar



0,2 M   =  -Ψs =  M x I x R x T
                        =  0,2 x 1 x 0,0831 bar/moloK x 300 oK
      Ψs  = 4,986 bar


0,3 M   =  -Ψs =  M x I x R x T
                        =  0,3 x 1 x 0,0831 bar/moloK x 300 oK
      Ψs  = 7,479 bar


0,4 M   =  -Ψs =  M x I x R x T
                        =  0,4 x 1 x 0,0831 bar/moloK x 300 oK
      Ψs  = 9,972 bar




0,5 M   =  -Ψs =  M x I x R x T
                        =  0,5 x 1 x 0,0831 bar/moloK x 300 oK
      Ψs  = 12,465 bar

0,6 M   =  -Ψs =  M x I x R x T
                        =  0,6 x 1 x 0,0831 bar/moloK x 300 oK
      Ψs  = 14, 958 bar


3.2 Pembahasan
     3.2.1 Plasmolisis dan Deplasmolisis pada Jaringan Epidermis
Pada pratikum ini digunakan daun Rhoe discolor karena sitoplasnya memiliki warna dan dapat diamati dibawah mikroskop. . Pada pengamatan awal, sel belum terplasmolisis. Setelah diberi larutan sukrosa, barulah sel terplasmolisis. Dinding selnya berkerut dan terlihat batasan antara membran sel dengan dinding sel. Larutan sukrosa dapat menyebabkan sel terplasmolisis karena potensial air pada sel lebih tinggi daripada di luar sel, sehingga cairan di dalam sel berdifusi ke luar sel. Akibatnya, terjadi penurunan volume sel dan sel dinding sel tampaknya berkerut. 
Menurut Salisbury dan Ross (1995), Terlepasnya protoplas dari dinding sel disebabkan oleh penyusutan atau pengurangan volume, karena cairan di dalam protoplas sudah menjadi lebih pekat dan karenanya berpotensial osmotik lebih negatif.
     Sebagai akibat dari aliran air ke luar, vakuola tengah akan mengerut dan protolasma serta membran dinding sel yang menempel juga akan mengerut bersama vakuola itu. Jika penurunan volume vakuola itu besar sekali, protoplasma akan terlepas dari dinding sel. Waktu mengerut itulah protoplasma akan mengalami serangkaian bentuk tidak beraturan, akhirnya berbentuk bulat yang dianggap terpengaruh oleh gaya permukaan (Suwirmen, 2011).
Sebuah sel yang protoplasmanya memperlihatkan suatu derajat pengerutan dinding sel disebut sedang berplasmolisis. Inilah yang terjadi pada sel epidermis berwarna ungu pada bawang merah, dimana setelah ditetesi dengan NaCl 1 M, tidak lama kemudian ketika dilihat dibawah permukaan mikroskop, terlihat cairan ungu semakin habis karena terjadinya perpindahan air dari dalam sel ( hipotonik ) ke larutan NaCl 1 M ( hipertonik ), akibatnya sel mengerut dan protoplasma terlepas dari dinding sel.
Ada tingkatan-tingkatan plasmolisis, dari plasmolisis insipien yang pengerutannya hanya dapat dideteksi dari satu atau beberapa buah titik sekitar sel, sampai plasmolisis sempurna yang protoplasmanya telah seluruhnya terlepas dari dinding sel. Ini terbukti pada konsentrasi sukrosa 0.22-0.26 M pada percobaan, dimana seluruh cairan selnya terplasmolisis.  Dari apa yang dicobakan jelaslah bahwa penyebab langsung plasmolisis adalah adanya larutan luar yang lebih pekat daripada cairan vakuola sel.
Setelah sukrosa diserap dari cover glass dan sel diberi air, sel kembali mengembang. Cairan di luar sel masuk ke dalam sel sehingga terjadi penambahan volume sel. Jadi cairan di dalam protoplas sudah menjadi lebih encer. Kejadian ini disebut dengan deplasmolisis. Waktu yang dibutuhkan sel ini untuk deplasmolisis.

3.2.2 Penentuan Tekanan Osmosis Cairan Sel
Pada percobaan kali ini, data yang kami dapatkan tidak ada yang berada pada keadaan insipien plasmolisis dengan persentase 50%. Rata-rata berada pada keadaan diatas insipien plasmolisis, dengan konsentrasi rata-rata 91%. Para ahli fisiologi tumbuhan menganggap bahwa plasmolisis insipien terjadi pada jaringan yang separuh jumlah selnya baru saja mulai mengalami plasmolisis (protoplas baru mulai terlepas dari dinding sel), berarti tekanan di dalamnya sama dengan nol. Jika anggapan itu benar, maka potensial osmotik larutan penyebab plasmolisis insipien setara dengan potensial osmotik di dalam sel, sesudah kesetimbangan dengan larutan tercapai. (Salisbury dan Ross, 1995).
Dari hasil percobaan di atas, praktikan tidak mendapatkan keadaan yang demikian, artinya potensial osmotik di dalam sel dan di luar sel tidak tercapai kesetimbangan. Hal ini disebabkan oleh kemampuan Rhoe discolor dalam menyerap larutan sukrosa dengan konsentrasi yang berbeda. Karena disebabkan oleh larutan luar yang lebih pekat dari pada cairan vakuola didalam sel tersebut.
                 Terjadinya osmosis pada epidermis daun Rhoe discolor karena adanya perbedaan konsentrasi antara cairan sel dengan larutan sukrosa dimana potensial air di dalam sel lebih tinggi dibandingkan potensial air yang ada pada larutan. Akibatnya air akan mengalir dari potensial yang tinggi ke potensial yang lebih rendah melalui membran semipermeabel yang hanya melalukan air dan menghambat lewatnya zat terlarut.
Jika sel tumbuhan diletakkan di larutan garam terkonsentrasi (hipertonik), sel tumbuhan akan kehilangan air dan juga tekanan turgor, menyebabkan sel tumbuhan lemah. Kehilangan air lebih banyak akan menyebabkan terjadinya plasmolisis tekanan terus berkurang sampai di suatu titik di mana protoplasma sel terkelupas dari dinding sel, menyebabkan adanya jarak antara dinding sel dan membran. Akhirnya runtuhnya seluruh dinding sel dapat terjadi. Tidak ada mekanisme di dalam sel tumbuhan untuk mencegah kehilangan air secara berlebihan, juga mendapatkan air secara berlebihan, tetapi plasmolisis dapat dibalikkan jika sel diletakkan di larutan hipotonik (Anonimous, 2011).
Tidak tercapainya sel pada keadaan insipien plasmolisis dengan tepat ini bisa saja disebabkan karena pada waktu pelaksanaan percobaan, praktikan melakukan prosedur yang salah. Praktikan tidak menghitung jumlah sel terlebih dahulu sebelum dimasukkan ke dalam larutan sukrosa. Setelah diberitahu asisten, jaringan yang telah dimasukkan ke dalam larutan sukrosa diangkat kembali dan dilihat di bawah mikroskop, barulah disini sel dihitung. Selain itu, pada waktu memasukkan jaringan, waktunya tidak bersamaan. Pada konsentrasi larutan sukrosa 0,24 M jaringan dimasukkan terlebih dahulu tanpa menunggu jaringan lain. Jaringan ini tidak diambil kembali karena waktu yang digunakan terbatas. 

     3.2.3 Mengukur Potensial Air Jaringan Dengan Metode Chardakov
Dari hasil percobaan menggunakan metode perendaman, didapatkan bahwa dari keenam tabung hasil rendaman umbi, hanya ada dua tabung yang larutan pengujinya melayang, yaitu rendaman tabung dengan konsentrasi 0.1 M dan 0,6 M. Tetapi pada 0,1 M waktu melayangnya berlangsung lambat, sedangkan pada 0,6 M waktu melayangnya sangat cepat. Pada titik inilah tedapat keseimbangan antara potensial air jaringan dengan potensial air larutan dengan nilai -2, 493 bar. Dalam pengujian dengan larutan pengetes ada tiga kemungkinan yang akan terjadi pada larutan pengetes yaitu, terapung atau dipantulkan, melayang, terbenam atau jatuh ke dasar. Terapung apabila jaringan menyerap air dalam larutan sehingga larutan bertambah encer dari jaringan, dikatakan melayang apabila tidak terjadi perubahan selama perendaman artinya potensial air larutan sama dengan potensial air jaringan yang berarti pula jaringan dalam keadaan seimbang. Dan apabila tenggelam atau jatuh ke dasar berarti jaringan mengeluarkan air ke larutan, larutan lebih pekat dari jaringan        
Prinsip metode ini bergantung pada adanya perubahan kerapatan (density) dari larutan penguji. Jika dalam periode perendaman air bergerak keluar dari jaringan maka terjadi penurunan kerapatan dari larutan penguji (larutan bertambah encer), sebaliknya bila air masuk kedalam jaringan, larutan penguji bertambah pekat (density meningkat). Bila selama perendaman air tidak masuk atau tidak keluar dari jaringan maka kerapatan kelarutan tidak mengalami perubahan (Suwirmen, 2011).

IV. KESIMPULAN DAN SARAN

4.1 Kesimpulan
a. Plasmolisis adalah lepasnya protoplasma dari dinding sel karena perbedaan konsentrasi.
b. Plasmolisis adalah dampak dari osmosis.
c. Sel akan mengalami plasmolisis jika diletakkan pada larutan yang hipertonik (sukrosa) karena cairan sel akan berdifusi ke luar sel. Sel akan kehilangan air sehingga dinding sel berkerut.
d. Sel akan kembalai ke bentuk semula jika di tempatkan pada larutan hipotonik (air). Karena air akan masuk ke dalam sel dan mengakibatkan sel kembali ke bentuk semula.
e. Sel yang mengalami potensial air selnya sama dengan potensial air murni jika larutan pengetes yang di jatuhkan pada larutan sisa tidak naik ke permukaan atau jatuh ke dasar melainkan melayang.


4.2 Saran
Sebelum praktikum hendaknya semua praktikan memahami apa yang akan dipraktikumkan. Semua peserta dalam kelompok harus bekerja sesuai prosedur. Hati-hati dalam mereaksikan larutan. Diharapkan semua praktikan cermat dan teliti dalam percobaan dan harus disiplin dalam waktu.






           
           




Tidak ada komentar:

Posting Komentar